DIVISI PENGAWASAN DAN SOSIALISASI BAWASLU KALBAR

MEWUJUDKAN PEMILU YANG BERMARTABAT, BERINTEGRITAS DAN BERKUALITAS DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Sabtu, 10 Oktober 2015

BAWASLU KALBAR GELAR BIMTEKS KERJASAMA PENGAWASAN


Bawaslu Kalbar, Pontianak. Divisi Pencegahan dan Hubungan Anatara Lembaga Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Barat menggelar Bimbingan Teknis (Bimteks) “Kerja Sama Pengawasan”. Bertempat di Aula Departemen Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Kalimantan Barat, Bimteks dilaksanakan tanggal 08 s/d 10 Oktober 2015. Peserta Bimteks dihadiri oleh 35 orang, terdiri dari 14 Anggota Panwaslu Kabupaten dari 7 kabupaten yang melaksanakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2015, 14 perwakilan mahasiswa dari 7 kabupaten yang melaksanakan pilkada, 5 perwakilan organisasi kepemudaan dan  2 orang perwakilan media massa cetak maupun elektronik visual. Kegiatan tersebut dibuka oleh: Ruhermansyah, SH., Ketua Bawaslu Prov. Kalbar, dalam kata sambutannya pada acara pembukaan kegiatan mengatakan bahwa output kegiatan Bimteks kerjasama pengawasan bukan hanya sekedar pengetahuan saja, namun perlu diaplikasikan sehingga dapat bermanfaat terutama bagi perwakilan mahasiswa, perwakilan organisasi kepemudaan, maupun perwakilan media massa, sehingga menghasilkan kerja sama dalam pengawasan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2015 khususnya di Provinsi Kalimantan Barat.
Krisantus Heru Siswanto, Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Anatara Lembaga Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat menyampaikan materi tentang “Pengawasan Berbasis Tahapan” dan “Indeks Kerawanan Pemilu (IKP)”.Kalbar berada pada posisi 10 besar provinsi yang memiliki IKP tertinggi, sehingga dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak dalam melakukan pengawasan pemilu, ungkap Krisantus. Pemetaan Potensi kerawanan pelanggaran pemilu merupakan Materi yang disampaikan oleh Budiono, Tim Asistensi Divisi Penindakan Pelanggaran selaku Fasilitator. Dengan melakukan identifikasi potensi kerawanan pelanggaran pemilu, maka dapat disusun fokus-fokus pengawasan yang akan dilakukan, ungkap Budi. (Mus)








Kamis, 01 Oktober 2015

Bawaslu Jamin Penegakan Hukum Politik Uang

Pimpinan Badan Pengawas Pemilu Nasrullah

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memastikan, penegakan hukum atas praktik politik uang pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) akan dilakukan secara tegas. Bawaslu bahkan mendorong pemberian sanksi administrasi berupa diskualifikasi sebagai peserta pemilihan bagi pasangan calon yang terbukti melakukan politik uang.   “Kami tidak bisa menjamin tidak ada praktik money politic. Tapi kami menjamin penegakan hukum akan dilakukan secara mutlak. Malah kami mendorong adanya daya jera bagi pelaku politik uang dengan pemberian sanksi administrasi, yaitu diskualifikasi. Jangan lagi kita hanya terpaku pada sanksi pidana,” ujar Pimpinan Bawaslu Nasrullah di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2015). Ia mengatakan, pengawas pemilu dapat merekomendasikan pemberian sanksi administrasi bagi pelaku praktik politik uang dalam pemilihan. Sanksi tersebut ditindaklanjuti oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lebih lanjut ia mengatakan, untuk menelusuri adanya kemungkinan penyimpangan dana kampanye, Bawaslu bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Nasrullah menuturkan, PPATK akan menyampaikan kepada Bawaslu, setiap transaksi mencurigakan yang melibatkan pasangan calon kepala daerah, terutama terkait dana kampanye. Hasil analisis PPATK tersebut, kata dia, akan ditindaklanjuti Bawaslu sebagai dugaan pelanggaran dana kampanye. Menurut Nasrullah, penagwasan dana kampanye adalah salah satu fokus terbesar Bawaslu dalam melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pilkada. Sebagaimana diketahui, peraturan perundang-undangan memperbolehkan pasangan calon kepala daerah menerima sumbangan dana kampanye dari individu sebesar makisimal Rp 50 juta. Adapun jumlah sumbangan yang boleh diterima dari badan hukum maksimal sebesar Rp 500 juta. 

Penulis: Deytri Aritonang
Di Copy Paste oleh: Musa. J, SE.

Jumat, 25 September 2015

BAWASLU DALAMI POTENSI PENYELEWENGAN DANA DESA UNTUK KAMPANYE PILKADA


Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia ingin memastikan agar program-program pemerintah seperti penyaluran Dana Desa yang dilaksanakan saat pemilihan kepala daerah 2015 memasuki tahapan kampanye, tidak disalahgunakan oleh pejabat atau petahana untuk kepentingan kampanye. Jangan sampai Dana Desa yang didesain untuk kepentingan masyarakat desa, dijadikan klaim keberhasilan ataupun sandera oleh petahana. Demikian ungkap Pimpinan Bawaslu RI, Daniel Zuchron dalam Rapat Kerja Terbatas Terkait Potensi Penyalahgunaan Dana Desa Dalam Kampanye Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015 yang digelar di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Rabu (23/9). Rapat yang mengundang pimpinan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Kementerian Dalam Negeri itu, juga dihadiri Pimpinan Bawaslu lainnya yakni Nelson Simanjuntak dan Endang Wihdatiningtyas serta pejabat struktural dan staf Bawaslu RI. Daniel mengatakan, koordinasi dengan pihak-pihak terkait digelar untuk membahas langkah-langkah apa yang harus diambill dalam rangka memastikan program dana desa tidak disalahgunakan untuk kepentingan kampanye. Bawaslu menurutnya membutuhkan gambaran detail dari kementerian yang diundang mengenai skema kebijakan penyaluran dana desa. Dengan adanya pemahaman yang lengkap, menurutnya dapat diketahui titik-titik potensi penyalahgunannya di lapangan terkait dengan kegiatan kampanye pasangan calon sehingga dapat dicegah. “Poin penting pertemuan ini, Bawaslu membutuhkan informasi mendalam terkait bagaimana kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut. Karena hari ini sudah berlangsung tahapan pilkada dari sektor kampanye,” kata Daniel. Upaya mencegah penyelewengan dana desa, sambung dia, sangat penting tidak hanya untuk sukseskan agenda pilkada namun juga sukseskan agenda pemerintah.   Peran kepala daerah dalam Program Dana Desa sendiri cukup besar. Mulai dari menyalurkan dana desa, pendampingan desa, hingga menetapkan peraturan walikota/bupati mengenai pengelolaan keuangan desa. Potensi penyalahgunaan dana desa dinilai cukup besar, mengingat dari 266 daerah yang menggelar pilkada 2015 ini terdapat petahana yang mencalonkan diri di 191 daerah. “Dari sisi pengawasan, kami (Bawaslu) di tingkat desa sudah ada pengawas pemilu. Jika nanti rumusan dari sini ada kebijakan yang perlu dikeluarkan Bawaslu, tentu ingin pastikan soal-soal desa kita betul-betul lepas dari hal yang dilarang UU. Dan kepentingan pemerintah untuk pastikan programnya berjalan akan kita jaga bersama-sama,” tandasnya. Diketahui Dana Desa yang diprioritaskan untuk pembangunan desa yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, dan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan, agak tersendat penyalurannya. Dana Desa tahun 2015 yang mencapai Rp20,766 triliun bagi 74.093 desa, baru Rp16,5 triliun yang disalurkan ke kabupaten dan kota. Sedangkan dari total yang sudah berada di kabupaten dan kota, baru sekitar Rp7,4 triliun yang disalurkan ke desa. Atas persoalan itu, pada pekan kedua September lalu dilakukan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Desa dan PDT tentang percepatan penyaluran program Dana Desa. Beberapa pihak mengaitkan tersendatnya penyaluran dengan kepentingan kampanye pilkada dan penyaluran diprediksi baru dilakukan jelang pelaksanaan pemungutan suara. Pimpinan Bawaslu RI, Nelson Simanjuntak mengungkapkan berdasarkan pengalaman, tokoh-tokoh yang berkompetisi masih suka menggunakan cara-cara curang. Salah satu potensinya, adalah menyalahgunakan birokrasi. Nelson mengatakan penyaluran dana desa jangan sampai menguntungkan salah satu pasangan calon sehingga menodai proses demokrasi diwilayah tersebut. “Potensi dana desa dalam kampanye jadi penting karena penyaluran itu sendiri adalah hal yang baru. Ada kecenderungan untuk disalahgunakan. Kita ingin cegah, supaya dana desa ini tetap berjalan baik dan tidak disalahgunakan oleh incumbent atau orang-orang yang didukung incumbent,” tegasnya. Kepala Biro Teknis Penyelenggaraan dan Pengawasan Pemilu (TP3) Bernard D Sutrisno menambahkan, potensi adanya penyalahgunaan ataupun klaim bahwa dana desa merupakan keberhasilan dari salah satu pasangan calon sangat besar. Apalagi, menurutnya disejumlah daerah ada pasangan calon yang taglinenya mirip dengan Kementerian Desa dan PDT seperti “Dari Desa Membangun Daerah”. “Untuk memastikan anggaran ini tidak disalahgunakan atau didomplengi untuk kepentingan-kepentingan kampanye,” kata Bernard. Penulis: Haryo Sudrajat - See more at: 

Rabu, 02 September 2015

KALBAR MASUK 10 BESAR INDEKS KERAWANAN PEMILU VERSI BAWASLU RI

Inilah 5 Provinsi yang Dinilai Paling Rawan dalam Pilkada


Jakarta, Badan Pengawas Pemilu ­–  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dalam Pilkada serentak 2015, di Jakarta, Selasa (1/9). Berdasarkan hasil indeks tersebut, lima provinsi menjadi provinsi paling rawan dalam pelaksanaan Pilkada 2015, yakni NTT, Kaltara, Maluku, Papua, dan Sumatera Utara.
Aspek yang digunakan dalam merumuskan IKP antara lain, aspek Profesionalitas Penyelenggara dengan bobot (30), Aspek Politik Uang (20), Aspek Akses Pengawasan (15), Aspek Partisipasi Masyarakat (20), dan Aspek Keamanan Daerah (15). Indeks untuk kategori sangat aman (0-1), kategori aman (1-2), kategori cukup rawan (2,1-3), kategori rawan (3,1-4), dan kategori sangat rawan (4,1-5).
Nusa Tenggara Timur (NTT)
Dengan indeks keseluruhan aspek sebesar 2,74, NTT  dikategorikan memiliki tingkat kerawanan cukup rawan dalam Pilkada Serentak 2015. Dari aspek profesionalitas penyelenggara daerah ini mendapatkan nilai 3,02 (rawan), Aspek Politik Uang dinilai 2,61 (cukup rawan), aspek akses pengawasan dinilai 2,29 (cukup rawan), aspek partispasi masyarakat dinilai 3,00 (cukup rawan), dan kategori keamanan daerah dinilai 2,91 (cukup rawan). Pada Pilkada Serentak 2015 nanti, Kabupaten Sabu Raijua yang memiliki tingkat kerawanan tertinggi di Provinsi NTT yakni dengan indeks 3,38 (rawan).
Kalimantan Utara (Kaltara)
Provinsi termuda di Indonesia ini memiliki indeks keseluruhan sebesar 2,74 atau dikategorikan cukup rawan. Dari aspek profesionalitas penyelenggara daerah ini mendapat indeks nilai 2,42 (cukup rawan). Dalam aspek politik uang Kaltara mendapat indeks yang aman yakni sebesar 1,38. Sedangkan dalam akses pengawasan provinsi ini mendapat indeks 3,00 (rawan). Untuk akses partisipasi masyarakat Kaltara mendapat indeks 2,75 (cukup rawan), dan untuk keamanan daerah mendapat indeks 2,45 (cukup rawan). Pada Pilkada Serentak 2015 nanti, Kabupaten indeks Tana Tidung memiliki tingkat kerawanan tertinggi di Provinsi NTT yakni dengan indeks 3,33
Maluku
Provinsi Maluku mendapat indeks sebesar 2,74 atau cukup rawan. Dari aspek profesionalitas penyelenggara provinsi ini dikategorikan rawan dengan indeks 3,25. Untuk aspek politik uang Maluku mendapat indeks 2,50 (cukup rawan). Apsek akses pengawasan Maluku mendapat indeks 2,79 (cukup rawan). Aspek partisipasi masyarakat mendapat indeks 3,5 (rawan), dan untuk aspek keamanan daerah mendapat indeks 1,0 (aman).  Untuk Kabupaten/Kota yang memiliki IKP tertinggi adalah Kabupaten Seram Bagian Timur dengan nilai 2,83.
Papua
Provinsi paling timur Indonesia ini mendapat IKP dari keseluruhan sebesar 2,68 atau dalam kategori cukup rawan. Dari aspek profesionalitas penyelenggara, Papua mendapat indeks 2,57 (cukup rawan). Sedangkan untuk politik uang mendapat indeks 2,78 (cukup rawan). Dari aspek akses pengawasan, Papua mendapat indeks 2,98 (cukup rawan), aspek partisipasi masyarakat 2, 34 (cukup rawan), dan keamanan daerah mendapat indek 2,91 (cukup rawan). Supiori 3,23
Sumatera Utara
Sementara itu, dari bagian barat Indonesia, Provinsi Sumatera Utara memiliki IKP tertinggi yakni sebesar 2, 66 atau dikategorikan cukup rawan. Untuk aspek profesionalitas penyelenggara, Sumut mendapat indeks 2,81 (cukup rawan).  Aspek politik uang dengan indeks 2,30 (cukup rawan), Aspek akses pengawasan dengan indeks 1,9 (aman), aspek partisipasi masyarakat dengan indeks 3,4 (rawan), dan aspek keamanan daerah dengan indeks 2,41 (cukup rawan). Sedangkan untuk Kabupaten yang paling rawan di Sumut berasal dari Pulau Nias, yakni Nias Barat 3,74 (rawan), Nias Utara 3,57 (rawan), Nias Selatan 3,4 (rawan).
Isu Nasional
Sementara itu, Masykurudin Hafidz, Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), sebagai sebuah isu nasional. Menurutnya, Pilkada yang menjadi agenda Pemilu daerah merupakan isu daerah namun karena dilaksanakan secara serentak di 269 daerah maka Pilkada ini bukan lagi menjadi isu daerah melainkan isu nasional.
Namun, kata Masykurudin, adanya Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dirilis Selasa (1/9) di Hotel Santika Premiere Jakarta, mengembalikan isu Pilkada ini ke isu daerah. “Adanya IKP ini, Pilkada yang semula menjadi isu nasional kembali menjadi isu daerah. Daerah jadi lebih fokus dalam mengurus penyelenggaraan Pilkada,” ujar Masykurudin di sela Diskusi IKP.
Masykurudin juga menjelaskan, dalam Pilkada ini hubungan pemilih dengan calon kepala daerah berada di tengah-tengah. Berbeda halnya dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) yang hubungannya sangat dekat dan Pemilihan Presiden yang hub ungannya sangat jauh.
“Kalau Pilkada tidak dekat dan tidak jauh. Artinya sangat mudah untuk dimobilisasi karena bisa dijangkau. Hal ini tentunya perlu menjadi fokus pengawasan bagi Bawaslu karena mobilisasi massa dalam Pilkada ini paling rawan,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Bawaslu juga perlu memaksimalkan rekrutmen pengawas Pemilu di tingkat desa maupun TPS. “Bawaslu harus memetakan daerah sesuai dengan tingkat kerawananannya, seperti yang rawan politik uang, mobilisasi, dan lain sebagainya. Sementara pengawas yang ada di tingkat desa dan TPS harus sesuai kapabilitasnya untuk mencegah tingkat kerawanan tersebut,” pungkasnya.
- See more at: http://www.bawaslu.go.id/id/berita/inilah-5-provinsi-yang-dinilai-paling-rawan-dalam-pilkada#sthash.xEU1IRPy.dpuf

Selasa, 30 Juni 2015

IKLAN KAMPANYE DILUAR JADWAL, PASANGAN CALON AKAN DIDISKUALIFIKASI






Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Seluruh peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) diingatkan untuk mematuhi aturan main iklan kampanye dalam pilkada serentak 2015 mendatang, dengan tidak berkampanye lewat iklan di luar jadwal yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Iklan kampanye hanya diperbolehkan selama 14 hari sebelum masa tenang, dan jika terdapat pasangan calon yang melanggar dapat dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta pilkada. Demikian ungkap Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Daniel Zuchron Pimpinan Badan saat menjadi narasumber dalam acara Focus Group Discussion di Gedung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Jakarta, Senin (29/6). Jadwal untuk semua jenis kampanye akan dimulai pada 27 Agustus 2015, kecuali, untuk iklan kampanye yang baru diperbolehkan mulai 22 November-5 Desember 2015. Menurut Daniel persoalan iklan kampanye perlu menjadi perhatian peserta Pilkada maupun lembaga penyiaran baik cetak maupun elektronik agar dalam pelaksanaannya tidak kebablasan. “Diluar waktu 14 hari yang disediakan, jika ternyata ada iklan kampanye yang tersiar ada atau tidak yang mengaku bertanggungjawab maka, lembaga penyiaran tersebut akan kita ajak kerjasama untuk kita bisa lacak siapa yang bertanggungjawab. Jika terbukti melanggar maka ada sanksi yang menanti, kalau sanksi pidana tidak bisa masuk setidaknya sanksi administrasi pembatalan kita kejar,” kata Daniel. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pilkada memberikan definisi iklan kampanye, yakni penyampaian pesan kampanye melalui media cetak dan elektronik berbentuk tulisan, gambar, animasi, promosi, suara, peragaan, sandiwara, debat, dan bentuk lainnya yang dimaksudkan untuk memperkenalkan pasangan calon atau meyakinkan pemilih memberi dukungan kepada pasangan calon yang difasilitasi oleh KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan definisi kampanye adalah kegiatan menawarkan visi, misi, dan program, pasangan calon dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan mengenalkan atau meyakinkan pemilih. Ada empat aspek yang yang menjadi ruang lingkup kampanye yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yaitu atribut, alat peraga, debat, dan iklan kampanye. “Ruang lingkup dari kampanye mulai dari APBD yang khusus dialokasikan untuk KPU dalam rangka memfasilitasi kampanye, ada empat isu pertama disektor atribut, bahan kampanye dan/atau alat peraga, debat, dan iklan kampanye itu yang pasti harus dialokasikan oleh pelaksana daerah. Sementara, mekanisme penganggaran di daerah mengenai alokasi ini belum muncul sehingga menyulitkan jajaran kami didaerah dalam mengawasi proses ini,” Daniel menambahkan. Menurutnya penting bagi Bawaslu bertemu dengan KPU, KPI, dan Komisi Informasi Publik (KIP) untuk memetakan faktor apa saja yang akan menjadi kendala pelaksanaan iklan kampanye. Salah satunya karena APBD merupakan otoritas dari pemerintahan daerah setempat. “Diperlukan mapping mengenai masalah yang menghambat, misal pengadaan, mekanisme yang dilakukan oleh Bawaslu dalam mengawal UU yang baru agar di Daerah tidak terjadi pembiaran masalah yang terjadi. Konten-konten apa yang mesti dicermati oleh KPU dalam tiga hari kan sulit, tiga hari ini belum cukup. Kita harus mengagendakan lagi secara khusus mengenai persoalan iklan dengan KPU, KPI, dan KIP,” paparnya. Menurut Daniel dalam waktu dekat rencananya akan ada pertemuan untuk membahas sinergi regulasi monitoring dan penindakan dengan KPU, KPI, dan KIP melalui crisis center bagaimana manajemen ditingkat pelaksanaan yaitu pada tingkat Daerah. Meskipun sekarang pengawas pemilu sudah tersedia sampai tingkat Desa dan Kelurahan, tetapi cakupan kerjanya berada ditataran lapangan sedangkan siaran iklan kampanye ada pada ruang publik berupa penyiaran yang pengawasannya dilakukan oleh teman-teman pengawas lembaga penyiaran. Karena itu dibutuhkan sinergi kembali berupa gugus tugas yang mencakup dari pengawas lembaga penyiaran publik. Wakil Ketua KPI, Idy Muzayyad mengatakan nantinya gugus tugas pengawasan pemilu yang diisi oleh instansi terkait seperti Bawaslu, KPU, KPI, dan KIP akan segera diaktifkan kembali untuk menghadapi Pemilukada serentak. “Gugus tugas segera kita aktifkan kembali, dan saya rasa tidak perlu MoU ulang karena poin-poinnya sama dengan MoU Pemilihan Presiden yang lalu,” kata dia. Acara Focus Group Discussion dengan tema Pengaturan dan Pengawasan Pilkada Serentak tersebut juga dihadiri oleh anggota komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah dan juga anggota KPI bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily. Penulis: Alfa Yusri Editor: Haryo Sudrajat - See more at: http://www.bawaslu.go.id/id/berita/iklan-kampanye-diluar-jadwal-pasangan-calon-akan-didiskualifikasi#sthash.H3PStFFE.dpuf

Rabu, 10 Juni 2015

ANGGARAN PENGAWASAN BELUM CAIR, PEMDA AKAN DI PANGGIL KE JAKARTA

Daerah yang Belum Cairkan Dana Pilkada akan Dipanggil ke Jakarta
Jum'at, 05 Juni 2015 , 05:42:00 WIB
Laporan: Ruslan Tambak
RMOL. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana memanggil seluruh sekretaris daerah (Sekda) dari pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota yang belum menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) untuk anggaran pengawasan Pilkada 2015.

Menurut Direktur Jenderal Keuangan Daerah (Dirjen Keuda) Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, harus ada kepastian soal anggaran pengawasan agar kinerja Bawaslu provinsi maupun Panwaslu kabupaten/kota bisa efektif.

"Kami akan undang TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), dalam hal ini Sekda. Lalu nanti kami undang Bawasalu dan Panwas untuk sama-sama menyisir. Kami ingin perkuat dan beri kepastian terhadap bagaimana menjamin tugas Bawaslu dan Panwas agar efektif. Tetap sesuai tahapan yang telah diatur peraturan KPU," ujar Reydonnyzar di Jakarta, Kamis (4/6).

Sebelumnya, siang tadi Kemendagri telah menggelar pertemuan dengan Bawaslu. Tujuan pertemuan itu adalah untuk mengetahui kesiapan daerah dalam melaksanakan instruksi Mendagri terkait penyiapan anggaran untuk pengawasan pilkada.

Birokrat yang akrab disapa dengan nama Donny itu menambahkan, jangan sampai ada pelaksanaan pilkada terhambat karena kendala anggaran pengawasan. Menurutnya, anggaran untuk pilkada termasuk untuk pengawasannya pada dasarnya dapat dikucurkan tanpa menunggu proses revisi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD-P 2015).

"Sebenarnya ini (penandatanganan NPHD) tanpa melalui tahapan perubahan. Karena banyak pemahaman yang seolah harus melalui perubahan (APBD). Ada pentahapan anggaran yang bisa disalurkan, ada yang sebagian sudah dibuka, artinya sudah disalurkan, tapi ada yang menunggu perubahan. Padahal di Permendagri (Nomor 44/2015 tentang pedoman penggunaan anggaran pilkada), enggak perlu perubahan," ujar mantan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri ini.

Donny melanjutkan seperti dikabarkan JPNN, pertemuan yang kemungkinan akan digelar 14 Juni mendatang, tidak hanya dihadiri TPAD, namun juga perwakilan dari Bawaslu dan Panwaslu. Karenanya ia meyakini permasalahan anggaran dapat segera diatasi.

"Kami kategorisasi, mana yang sudah menandatangani NPHD, mana yang belum. Kalau belum, hambatannya karena apa. Setelah itu kami kategorisasikan kembali. Untuk melihat mana yang siap dan cukup dan mana yang siap namun (anggaran) belum cukup," terang Donny. [rus]

Senin, 08 Juni 2015

PIMPINAN BAWASLU: DANA BANSOS JANGAN DISALAHGUNAKAN

www.bawaslu.go.id/id/berita/pimpinan-bawaslu-dana-bansos-jangan-disalahgunakan#sthash.iRUDJt2t

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu- Salah satu potensi pelanggaran yang kerap terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yakni penyalahgunaan dana bantuan sosial (Bansos) yang dilakukan oleh kepala daerah maupun pejabat daerah setempat. Hal tersebut dikatakan Pimpinan Bawaslu RI Nelson Simanjuntak setelah menghadiri Rapat Pertemuan antara KPU, Bawaslu, dan DKPP di Kantor KPU, Jumat (5/6).   Nelson menjelaskan, berdasarkan catatan-catatan yang ada, potensi pelanggaran memang banyak  terkait penyalahgunaan dana bansos, baik dalam skala nasional maupun daerah. Ini tentunya menjadi objek pengawasan yang juga sangat diprioritaskan oleh Bawaslu.   “Bawaslu akan terus melakukan pengawasan terkait penggunaan dana bansos  ini jangan sampai disalahgunakan untuk memberikan dukungan terhadap pasangan calon, baik itu incumbent atau yang didukung oleh incumbent,” jelas Nelson.   Dalam hal ini, sambung Nelson, Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk membuat aturan tersendiri terkait hal tersebut yang melarang penggunaan dana bansos untuk kegiatan Pemilu. Ia mengatakan, Bawaslu hanya bisa melakukan upaya pencegahan dengan terus melakukan pengawasan.   “Semua hal yang diperintahkan dalam Undang-undang, termasuk halnya dengan penggunaan dana bansos ini harus dilaksanakan. Begitu juga ketika ada larangan harus diindahkan. Bawaslu melakukan pengawasan sesuai dengan aturan perundang-undangan tersebut,” sambungnya.   Lebih lanjut Nelson menegaskan, Bawaslu akan mengirimkan surat kepada setiap pemerintah daerah untuk berlaku netral dan tidak menyalahgunakan kewenangan sesuai dengan aturan perundangan yang ada.   “Selain mengirimkan surat kepada pemerintah daerah, Bawaslu juga mengoptimalkan pengawasan di lapangan,” tegasnya.
Penulis            : Pratiwi Eka Putri 
Foto                : Irwan 
Editor             : Ali Imron