MODUS BARU POLITIK TRANSAKSIONAL MENJELANG PENCALONAN
Menjelang tahapan pencalonan pilkada serentak 2015
yang segera akan dimulai, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalimantan
Barat mencium adanya modus baru dalam praktik "uang perahu"
yakni dengan menggunakan jasa pihak ketiga yang disebut calo politik. Praktek
penyimpangan rekrutmen calon kepala daerah yang berpotensi melahirkan calon
bermasalah adalah pengenaan "uang perahu" atau mahar untuk dapat
diusung partai politik.
Praktek "uang
perahu" jelang pilkada serentak semakin canggih dengan melibatkan pihak
ketiga, guna menghindari larangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015 tentang Pemilihan GBW. Permainannya semakin canggih, jadi tidak lagi masuk
pada lembaga partai.
Modus yang dilakukan adalah dengan menggunakan calo politik.
Diharapkan agar pasangan calon menjauhi praktik mahar politik tersebut. Sebab dalam UU tentang Pemilihan GBW telah tegas melarang. Isi asal 47 menegaskan partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima imbalan dari calon. Apabila terbukti, partai dilarang untuk mengusung calon pada periode berikutnya, dibebankan denda 10 kali lipat dari imbalan yang diterima, dan penetapan calon yang menang akan dibatalkan. Tidak dibenarkan adanya imbalan-imbalan dalam proses penjaringan calon, sangsi bagi calon yang bayar akan didiskualifikasi.
selain modus baru tersebut diatas, potensi-potensi pelanggaran lainnya seperti yang kerap dilakukan oleh petahana atau calon kepala daerah yang saat berkompetisi, tengah menjabat sebagai kepala daerah. Petahana atau incumbent yang melakukan mutasi jabatan struktural pada enam bulan sebelum berakhir masa jabatan, terancam diskualifikasi sebagai calon. Ancaman serupa juga diberikan terhadap petahana yang memanfaatkan fasilitas milik pemerintah dalam kegiatan kampanyenya.
"Contohnya ada baliho yang dipasang dari instansi pemerintah dimana pesan menyangkut pemerintahnya kecil sekali. Pesan dimaksud jauh lebih kecil dari foto kepala daerah, itu juga akan didiskualifikasi berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
*Penulis: Musa. J, SE. Tim Asistensi Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat.
Modus yang dilakukan adalah dengan menggunakan calo politik.
Diharapkan agar pasangan calon menjauhi praktik mahar politik tersebut. Sebab dalam UU tentang Pemilihan GBW telah tegas melarang. Isi asal 47 menegaskan partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima imbalan dari calon. Apabila terbukti, partai dilarang untuk mengusung calon pada periode berikutnya, dibebankan denda 10 kali lipat dari imbalan yang diterima, dan penetapan calon yang menang akan dibatalkan. Tidak dibenarkan adanya imbalan-imbalan dalam proses penjaringan calon, sangsi bagi calon yang bayar akan didiskualifikasi.
selain modus baru tersebut diatas, potensi-potensi pelanggaran lainnya seperti yang kerap dilakukan oleh petahana atau calon kepala daerah yang saat berkompetisi, tengah menjabat sebagai kepala daerah. Petahana atau incumbent yang melakukan mutasi jabatan struktural pada enam bulan sebelum berakhir masa jabatan, terancam diskualifikasi sebagai calon. Ancaman serupa juga diberikan terhadap petahana yang memanfaatkan fasilitas milik pemerintah dalam kegiatan kampanyenya.
"Contohnya ada baliho yang dipasang dari instansi pemerintah dimana pesan menyangkut pemerintahnya kecil sekali. Pesan dimaksud jauh lebih kecil dari foto kepala daerah, itu juga akan didiskualifikasi berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
*Penulis: Musa. J, SE. Tim Asistensi Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar